Friday 23 September 2016

Tiongkok Menjadikan KTT G20 Hangzhou Ajang Untuk Lebih Berkontribusi di Dunia (2)


Pada 4 September, jam 3:30 sore, 2016, KTT G20 Ke-11 dengan resmi dibuka. Maka dunia memasuki “Periode Hanzhou” . G20 Hangzhou ini bertemakan : “creating an innovative, invigorative, interconnected, and inclusive global economy,” (menciptakan inovatif, memperkuat, saling berhubungan, dan ekonomi inklusif). Menetapkan empat prioritas : “memulai jalur baru untuk pertumbuhan,” “lebih mengefektikan dan mengeffisienkan kelola ekonomi dan keuangan global,” perdagangan internasional yang kuat dan investasi,” serta “ pembangunan yang inklusif dan saling berhubungan.”

Prioitas ini semua diavokasikan oleh Tiongkok. Ini menjadi arah pengembangan bagi masa depan ekonomi global—ini menjadi unsur baru Tiongkok. Jika elemen ini bergabung ke dalam G20, akan menyebabkan kemana arah G20 akan berjalan dan menjadi mekanisme untuk menangani krisis untuk mendapatkan drive baru dan arah baru.

Menghadapi Tantangan ekonomi global akhir-akhir ini, saat upacara pembukaan Presiden Xi Jinping menawarkan lima proposal: memperkuat koordinasi dalam kebijakan ekonomi makro, untuk bersama-sama mempromosikan pertumbuhan ekonomi global dan menjaga stabilitas keuangan; berinovasi pola pengembangan dan mejelajahi driver pertumbuhan baru; meningkatkan tata kelola ekonomi global dan menerapkan mekanisme jaminan; membangun ekonomi global yang terbuka sambil terus mempromisikan leberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi; dan mengimplementasikan Agenda Pembangunan Berkelanjutan hingga 2030 untuk mempromosikan pertumbuhan yang inklusif.

Kelima proposal yang dibuat Presiden Xi Jinping merupakan resep Tiongkok yang disediakan untuk tantangan pembangunan ekonomi global sebagai ketua G20 tahun ini.

Beberapa pengamat melihat kontribusi Tiongkok untuk G20 tahun ini memiliki arti penting dan berkarakter unik. Karena Tiongkok tampaknya tidak memikirkan G20 sebagai tim penyelamat individu untuk keadaan darurat, tetapi sebagai mekanisme dengan efek jangka panjang.

Mekanisme ini dapat benar-benar digunakan untuk pembangunan dengan cepat di masyarakat internasional, dan menjadi mekanisme jangka panjang untuk mempromosikan invigorative dan inovasi. Jadi bukan ‘tablet obat’ yang hanya digunakan dalam keadaan darurat.

Sekarang telah menjadi platform tidak hanya digunakan untuk mengobati gejalanya. Hal ini telah menjadi kelompok untuk menyembuhkan akar masalah. Kali ini, beberapa solusi Tiongkok telah diusulkan, termasuk reformasi sistem pasokan, yaitu reformasi sistemik, dan bukan hanya kebijakan moneter dan keuangan yang lalu.

Sebelum KTT ke-11 para pemimpin G20, KTT B20 (Business 20) seperti yang diadakan di Hangzhou pada 3 September 2016, dan Presiden Xi Jinping menyampaikan pidato dengan judul “New Starting Point for Chinese Development and New Blueprint for Global Growth,” (Titik Awal Baru Untuk Pembangunan Tiongkok dan Blueprint Baru Untuk Pertumbuhan Global), dimana ditekankan bahwa Tiongkok berharap untuk membangun ekonomi global yang inovatif, terbuka, saling berhubungan dan inklusif dengan semua negara, dan memacu ekonomi global menuju jalan kekuasaan, keberlanjutan, keseimbangan dan inklusi.

KTT Hangzhou sebenarnya juga membawa tema sebelumnya, dan membuka jalan bagi semuanya di masa depan. Hal ini terutama membuat G20 membuat cakrawala, sehingga tujuannya lebih luas jangkauannya. Memberitahu pihak-pihak yang sedang mencari model pertumbuhan ekonomi dan kerjasama global model baru, mencegah tren ideologi yang akan kembali ke masa lalu. Maka dengan diselenggarakannya KTT Hangzhou ini diharapkan semua pihak dapat memahami nilai yang lebih dalam dari konsep-konsep ini. Jadi sebagai tonggak sejarah.

Dengan usulan Tiongkok, mulai tahun 2016 misi utama G20 telah mengimplementasikan “Agenda Perkelanjutan 2030” dari PBB sesuatu yang telah direstui G20, platform utama ini untuk tata kelola ekonomi global, dengan kemampuan untuk memimpin/mengontrol dalam jangka panjang.

KTT G20 Hangzhou akan menjadi tonggak yang menandai transisi G20 dari mekanisme respon krisis ke mekanisme tata kelola (governance) jangka panjang.

Pada 3 September, kepala negara Tiongkok dan AS mengajukan dokumen ratifikasi mereka untuk “Perjanjian Paris” tentang perubahan ikilim kepada Sekjend PBB Ban Ki-moon. Langkah dari Tiongkok dan AS ini mendapat pujian tinggi dari negara-negara dan masyarakat internasional. Beberapa media mengatakan bahwa ini adalah hadiah dua negara yang diberikan sebagai kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan global.

Ban Ki-Moon mengatakan: “Kepemimpian Tiongkok telah mengarahkan perdebatan untuk memfasilitasi G20 untuk bergerak dari manajemen krisis keuangan jangka pendek ke perspektif pembangunan jangka panjang.”

Tiongkok secara simultan merupakan ekonomi dunia terbesar kedua dunia, negara berkembang terbesar, pasar berkembang terbesar, dan penyumbang terbesar bagi perkeonomian global. Analis luar mengatakan itu  adalah “jembatan ideal” komunikasi untuk menyatukan Timur dan Barat, dan link partner di Selatan dan Utara Hemisphere (belahan dunia).

Xi Jinping mengatakan: “G20 seperti sebuah jembatan yang memungkinkan semuan orang untuk datang bersama-sama dari seluruh dunia.  Ini jembatan persahabatan yang bisa menyebarkan benih-benih persahabatan ke seluruh dunia, untuk meningkatkan saling percaya dan cinta, shingga membuat kita tidak menjadi jauh. Ini adalah jembatan kerjasama, dan kita dapat menggunakannya untuk merencanakan bersama-sama, memperkuat koordinasi, memperdalam kerjasama, dan saling mencari keuntungan.  Ini adalah jembatan masa depan, dan kita dapat menggunakannya untuk berbagi nasib yang sama, menghadapi masalah umum, dan bekerja keras untuk masa depan, demi menyambut hari esok yang lebih indah.

Sebagai salah satu anggota pendiri G20, Tiongkok selalu memainkan peran positif dan konstruktif dalam kelompok. Dengan ekonomi Tiongkok yang telah memasuki masa normal, KTT G20 Hangzhou telah difokuskan secara signifikan, untuk masalah ekonomi dan keuangan global yang menonjol, agar membuat seluruh dunia menaruh harapan kepada KTT ini.


Jacob Funk Kirkegaard, Senior Fellow the US Think Tank the Peterson Institute for Economies mengatakan: “Kontribusi Tiongkok untuk pertumbuhan global terus menjadi terbesar dari setiap negara tunggal. Jadi Peran Tiongkok dalam hal ini benar-benar penting. Tidak ada yang perlu diragukan lagi. Menurut saya, kami berharap untuk tahun depan, itu akan menjadi lebih penting, karena saya pikir realitis, yang disayangkan adalah pertumbuhan di pasar negara berkembang lainnya di G20, dan negara non G20  mungkin akan melambat jauh, sehingga untuk tahun-tahun akan datang, Tiongkok akan menjadi lebih penting daripada sekarang ini sebagai sumber pertumbuhan global.”

Beberapa negara telah pulih cukup baik, dan beberapa negara belum pulih dengan baik. Ada beberapa perbedaan dalam kebijakan yang mereka buat, sehingga negara-negara G20 perlu menyesuaikan kembali kebijakan mereka bersama, dan menemukan jalan agar ekonomi global dapat pulih menjadi keadaan normal.

Sejarah Terbentuknya G20

Sepanjang sejarah manusia, krisis sering menjadi kekuatan untuk perubahan, dan perubahan adalah cara untuk mengubah bahaya menjadi aman. Setelah krisis minyak Timur Tengah di tahun 1970an, AS, Jepang, Jerman, Inggris, Prancis, Italia dan Kanada membentuk G7 untuk saling menyesuaikan kebijakan ekonomi mereka.

Setelah krisis  finansial Asia tahun 1997, muncul Pertemuan Menteri Keuangan dan Bank Sentral G20., Ketika terjadi krisis Suprime Mortgage yang meningkat menjadi krisis global. Kemudian diciptakan KTT Pemimpin G20 pada tahun 2008. Ini semua lahir setelah adanya krisis.

Pada 15 September 2008, selama akhir pekan, banyak stasiun TV menyiarkan: Lehman Brothers, salah satu bank investasi yang paling terhormat dan terbesar di dunia terpaksa menyatakan dirinya bangkrut. Selian itu Merrill Lynch harus dijual pada hari itu. Pasar uang dunia sedang anjlok dan Lehman Brothers memasuki prosedur likuidasi kebangkrutan.

Lehman Brothers bank investasi terbesar dunia yang telah mengalami pasang surut selama 158 tahun mengumumkan kebangkrutannya. Setelah itu Merrill Lynch, salah satu sekuritas ritel dan bank investasi paling terkenal dibeli oleh Bank of America. Perusahaan asuransi terbesar dunia American Inter National Group juga runtuh.

Setelah itu terjadi mulailah terjadi krisis keuangan internasional, yang mengarah ke prospek ekonomi yang melamban di seluruh dunia. Terjadi kerugian berjumlah lebih dari ratusan milyar USD, puluhan juta orang kehilangan pekerjaan, utang nasional AS meningkat dua kali lipat.

Pada 2008, setelah krisis keuangan internasioanl pecah, para pemimpin dari 20 negra-negara (G20) memutuskan untuk mengambil tindakan terpadu untuk mencegah ekonomi global memasuki depresi besar, karena skala krisis keuangan 2008 kala itu bahkan lebih bergejolak dibandingkan krisis pasar saham AS pada tahun 1929.

Pada 15 Nopember 2008, para pemimpin negara-negara G20 bertemu di Washington D.C. untuk membahas cara membuat stabilitas abadi bagi sistem keuangan internasional, yang kala itu telah terluka parah. George W. Bush mengatakan saat itu, “Jika Anda tidak mengambil langkah-langkah keputusan, maka dapat dibayangkan bahwa negara kita bisa menuju menjadi depresi besar melebvihi dari ‘Great Depression.’ Jadi pemerintahan saya telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk menangani krisis kredit ini.”

Pada KTT Washington, anggota G20 telah mencapai persetujuaan untuk membuat rencana aksi (action plan) untuk menghadapi krisis keuangan, yang termasuk item penting dengan mengambil langkah-langkah darurat untuk mendukung ekonomi global dan menstabilkan pasar keuangan, memperkuat pengawasan keuangan, dan menentang proteksionisme perdagangan.

Pada tahun 2008, selama KTT Whasington para pemimpin G20 pertama, ada dua langkah yang paling penting. Salah satunya adalah semua negara memutuskan untuk mencegah depresi ekonomi  di seluruh dunia, mereka masing-masing berjanji untuk melaksanakan rencana aksi stimulus ekonomi. Tindakan yang kedua mencegah kembalinya proteksionisme perdagangan.

Dihadapkan dengan “krisis keuangan dunia global dalam sartu abad” para pemimpin G20 bekerjasama selama masa sulit ini, dan masing-masing anggota mengimplementasikan rencana stimulus ekonomi.

Pada 3 Nopemeber 2008, Kongres AS meloloskan  rencana bantuan keuangan sebesar 700 milyar USD. Pada 8 Nopemeber, bank diseluruh dunia bersama-sama menurunkan suku bunga untuk menyelamatkan pasar. Pada 21 Nopember Jerman menyetujui 500 milyar euro bailout bank. Pada 10 Nopember, Tiongkok meluncurkan stimulus ekonomi 4 trillyun RMB. Dalam periode tahun 2009-2010 di AS banyak proyek jalan bebas hambatan dan jembatan dibangun dengan diberi papan pengumuman dibangun atas stimulus ekonomi.

KTT G20 telah diselenggarakan beberapa kali selama terjadi penurunan ekonomi global. Pada 12 April 2009, KTT G20 ke-2 diselenggarakan di London, Inggris. KTT ini diselenggarakan untuk pelaksanaan pemulihan dan pertumbuhan rencana ekonomi global untuk total 1,1 trilyun USD.

Pada 24 September 2009, KTT G20 ke-3 diadakan di Pittburg, AS, dalam KTT ini dikonfirmasi posisi G20 sebagai forum utama kerjasama ekonomi internasional, dan menegaskan tujuan reformasi kuantitatif untuk Bank Dunia dan IMF, memulai proses evaluasi bersama untuk “kerangka yang kuat, berkelanjutan pertumbuhan keseimbangan,” serta mencapai konsensus penting tentang sistematika dari KTT G20.

Hari ini telah diputuskan untuk menggunakan G20 sebagai platform utama kerjasama ekonomi internasional. Dan diharapkan bertemu setiap tahun.

Pada 25 September, 2009, para pemimpin G20 mengumumkan keberadaan KTT permanen G20 diatas kertas (secara hitam diatas putih).

Dalam KTT G20 ke-3 di Pittburg ditegaskan G20 sebagai platform global penting bagi perekonomian penting untuk membahas masalah-masalah nasional dan menegosiasikan urusan pembangunan global. Setelah itu posisi bersejarah G20 dalam proses pembangunan telah dipatokkan.

Namun, dalam proses untuk menanggapi krisis keuangan global, beberapa negara telah mengorbankan negara lain untuk kepentingannya sendiri.

Kebijakan Pelonggaran Kuantitatif Merugikan Negara Lain

Pada 25 Nopember 2008, Federal Reserve AS mulai menerapkan putaran pertama dari kebijakan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing policies). Pada 4 Nopemebr 2010, Federal Reserve AS mengumumkan untuk melaksanakan putaran kedua kebijakan pelonggaran kuantitatif. Pada 15 September 2012, Federal Reserve AS mulai menggelar putaran ketiga kebijakan pelonggaran kuantitatif.

AS telah terus menerus menggulirka kebijakan moneter kuantitatif, untuk memaksakan USD terus terdepresiasi, sehingga pergeseran (mengalihan) krisis keuangan pada seluruh dunia.

Banyak ahli yang menyesalkan tindakan AS tersebut, meskipun mereka juga bisa menyetujui pemerintah mengintervensi ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam skala terbatas, selama waktu tertentu. Tetapi AS melakukan terus menerus tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain, dengan memaksimalkan kepentingan sendiri, dan melakukan kebijakan pelonggaran kuantitiatif moneter, terutama dengan mata uangnya sendiri yang mempunyai pengaruh besar di seluruh dunia. AS seharusnya tidak melakukkan itu, karena pada kenyataannya itu akan membuat encer pasar mata uang global dan pasar modal. Sehingga akan mengalihkan resiko kepada orang lain.

Pada 5 September 2013, KTT G20 ke-8 di St. Peterburg, Rusia. Semua pihak prihatin dengan negara berkembang atas kebijakan moneter pelonggaran kuantitiaf yang memiliki efek peluberan (spillover). Dan menyerukan negara-negara terkait untuk mengambil tanggung jawab atas kebijakan ini, dan lebih melakukan komunikasi dengan pihak lain ketika akan meneysuaikan kebijakan moneter mereka.

Pad 15 Nopember 2014, pada KTT G20 di Brisbane, Australia. Temanya “meningkatkan pertumbuhan, menciptakan lapangn kerja, dan mengurangi resiko.”

Pada KTT G20 Antalya, Turki, dilanjutkan diskusi dari KTT yang baru lalu. Tapi karena terjadinya sekitar serangan terorois Paris, KTT mengajurkan masyarakat internasional untuk bersatu kerjasama memerangi terorisme.

Dari mulai KTT G20 Wahsington tahun 2008 hingga KTT G20 di Hangzhou 2016, KTT G20 memiliki sejarah 8 tahun. Selama 8 tahun ekonomi global berada dalam pengaruh krisis keuangan internasional, keadaan masih berada dalam kelelahan yang berkepanjangan, dan pertumbuhan tetap berkurang.

Para analis merasa aneh, hingga kini perdagangan internasional masih belum ada pertumbuhan, dan kadang-kadang terjadi pertumbuhan negatif. Sehingga keadaan berada dalam lingkungan yag aneh. Banyak ekonom terkenal telah menyebutnya sebagai ‘Stagnasi Besar,’ karena meskipun dunia telah memiliki pertumbuhan 3%, tapi masih memiliki tingkat inflasi, jadi jika menghilangkan hal-hal lainnya, pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi tidak terlalu memuaskan.

Saat ini selain ekonomi global dalam Stagnasi Besar, arena politik dunia juga sedang mengalami masa sulit.

AS sekarang lagi menjelang pemilu, dan terjadi kerusuhan Brazil dengan adanya pemakzulan presidennya. AS juga lagi melaksanakan strateginya menyeimbangkan di Asia-Pasifik, sehingga semua itu membuat kontrateorisme kawasan menjadi tidak efektif selama bertahun-tahun. Kenyataanya masih terus terjadi terorisme; selain itu ada konflik antara AS dan Rusia; ada lagi hubungan Turki dan Rusia yang selalu on-off, hal-hal ini mungkin memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung pada situasi ekonomi dunia secara keseluruhan.

Ekonomi dalam keadaan stagnan dan komplek, situasi dunia sedang berada dalam persimpangan jalan untuk melakukan perubahan sekali lagi. Kekuatan Barat sedang surut, KTT G20 telah pindah ke Timur. Banyak analis dan pakar menaruh harapan tinggi terhadap Tiongkok sebagai pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomo global saat ini.

Selama beberapa tahun terakhir, ekonomi Tiongkok telah memasuki keadaan normal baru. Ekonominya meningkat 6,9% tahun lalu. Walaupun tidak tinggi jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya lebih dari 10 tahun, tapi dunia melihat tidak banyak negara-negara yang tumbuh seperti itu.

Dalam situasi pertumbuhan ekonomi global yang berat dan proteksionisme perdagangan yang terus membesar ke depan, dunia sedang mencari dan menciptakan sistem ekonomi global yang lebih inklusif, sehingga setiap peserta dapat memperoleh manfaat nyata dan bertumbuh.

Kebijakan dengan pelonggaran kuantitatif tradisonal tidak bisa lagi mengatasi masalah yang sedang kita hadapi sekarang ini. Stagnasi perekonomian terus berlanjut akan membawa berbagai isu-isu politik dan ekonomi yang komplek dan beragam.

Saat ini, ekonomi AS secara bertahap pulih, tapi mengapa negara-negara lain di dunia tetap terombang-ambing?

Pada 23 Juni 2016, Inggris mengadakan referendum nasional untuk meninggalkan Uni Eropa. Hasilnya 51,89% penduduknya setuju dan 48,11% menentang Uni Eropa (Brexit).

Dalam pidatonya David Cameron, PM Inggris mengatakan : “Saya sangat yakin bahwa Inggris akan lebih kuat, lebih aman, dan lebih baik berada dalam Uni Eropa, tetapi rakyat Inggris telah membuat keputusan yang sangat jelas untuk mengambil jalan yang berbeda. Dan kerana itu, saya pikir negara membutuhkan kepemimpinan segar untuk mengambil arah itu.”

Dengan dikejutkan oleh hantaman kirisis keuangan tahun 2008 di AS, pada 2009 krisis utang Eropa pertama melanda Yunani. Pada 2001, merembet ke Portugal, Italia, Irlandia, dan Spanyol. Eropa buru-buru menetapkan langkah-langkah bantuan darurat, dan biaya Inggris di Eropa meningkat. Ditambah dengan Uni Eropa membutuhkan Inggris untuk mengambil pengungsi Timur Tengah dan isu-isu lainnya, rakyat Inggris menjadi sangat marah.

Baru-baru ini, pemimpin “Front Nasional” Prancis – Marine le Pen berjanji bahwa jika dia terpilih menjadi presiden pada tahun 2017, dia akan menggelar referendum bagi Prancis untuk meninggalkan Uni Eropa.

Menurut jajak pendapat IPOSOS yang dilakukan bebebrapa negara Uni Eropa, 48% rakyat Italia, 42% rakyat Prancis, dan sekitar dua per tiga dari rkayat Eropa di negara-negara seperti Swedia dan Jerman menginginkan hak untuk referendum untuk meniggalkan Uni Eropa.

Sekarang pertumbuhan ekonomi global tidak baik, sehingga membuat orang sering merasa frustasi, dan yang membuatnya mudah timbul sentimen populis. Dalam situasi seperti ini, orang akan menjadi tidak rasional, dan mereka akan mengatributkan semua kemalangan mereka dengan sangat sederhana masalah-masalah globalisasi atau disebabkan negara-negara asing, termasuk perusahaan asing, perdagangan asing, imigrasi asing akan mereka kucilkan semua.

Populis telah lahir kembali, dan memukul arena politik banyak negara Uni Eropa, serta muncul penampilan di banyak negara maju.

Di Jepang, Abe, telah berusaha untuk memutar balikkan sejarah agresi Jepang dan terpilih kembali. Di AS, calon presiden Donal Trump yang telah disebut politikus polulis, pedukugnya terus menigkat, yang menyebabkan banyak negara merasa tidak nyaman.

Kita bisa mengatakan bahwa polulisme memiliki suara cukup besar di banyak negara, karena kadang-kadang mereka akan membungkus dirinya dalam bendera demokrasi, atau bahkan kadang-kadang dalam bendera patriotisme. Patriotisme sangat penting, tapi kadang-kadang mereka membungkus dirinya dengan ini, dan itu akan berpisah hubungan organik antara negara-negara, dan menyebabkan ekonomi global untuk memasuki saling ungul-ungulan.

Di seluruh dubia, gerakan anti-globalsiasi sering berubah menjadi insiden kekerasan di jalan-jalan. Di beberapa negara berkembang di Afrika dan Asia, kekacauan ekonomi, kondisi miskin dan terorisme menjadi semakin lazim.

Beberapa negara yang tadinya telah cukup pendapatannya, stabil dan baik menjadi miskin dan bergejolak karena perang lokal yang mengerikan. Jika kita kembali ke 20 tahun lalu di bebebrapa negara, mereka tadinya belum mundur atau miskin, tapi kini menjadi bergolak dan miskin. Ini sebenarnya disebabkan masalah dengan tata kelola global, dan kita perlu merenungkan ini.

Jika kita melihat kembali sejarah, orang tidak akan melupakan krisis kapitalis global yang terjadi pada tahun 1929 dan 1933 yang mennyebabkan ekonomi dunia kapitalis seluruhnya runtuh, karena produksi industri turun 44%, tingkat pengangguran negara meningkat menjadi antara 33% dan 50%, dan total perdagangan internasional turun 66%. Bank dan pabrik tutup, dan orang-orang hidup dalam kemiskinan.

Terjadinya Perang Dunia

Tidak hanya Jerman, Italia, dan Jepang tidak mempelajari akar masalah dari krisis ekonomi dari struktur sistem mereka sendiri, mereka juga mulai dengan perang invasif kepada negara-engara lain untuk menjarah sumber penjarahan, merangsang ekonomi dan menggerser kiris ke negara-negara lain.

Karena dari itu, meletuslah P.D. II, maka mulailah benacana yang belumnya tidak pernah terlihat dalam sejarah manusia. AS secara aktif mengambil bagian dalam perang dan memimpin perang melawan fasisme, dan muncul sebegai pemenang dan menjadi pemenang politik dan ekonomi terbesar.

Jadi ketika ekonomi menjadi suram, mereka menyalahkan orang lain, mengatakan bahwa orang lain mengambil pekerjaaan mereka, sehingga mereka mulai mempertimbangkan menduduki negara-negara lain dan mencuri sumber daya negara-negara lain dengans senjata. Dan P.D. II pecah.  Ini jelas sebuah tragedi yang serius tidak adil, metode yang tidak manusiawi oleh negara-negara kuat yang mengambil keuntungan dari negara-negara yang lemah dan mengambil sumber daya mereka.

Untuk menanggapi krisis keuangan pada tahun 2008, AS meloloskan rencana bantuan darurat 700 milyar USD dan rencana untuk menanamkan 250 milyar USD infus kepada bank, tapi ini hanya seperti setetes air yang dituangkan ke lautan--selama 20 trilyun USD kerugian di perumahan dan pasar saham AS.

Pada bulan Oktober 2008, media Prancis mengungkapkan bahwa think-tank AS, RAND Corporation mengatakan dalam sebuah laporan evaluasi yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan yang menggunakan 700 milyar USD untuk menyelematkan pasar mungkin tidak se-efektif menggunakan 700 milyar USD untuk makan siang dan mulai perang.

Pada bulan Maret tahun ini, situs keuangan AS mengungkapkan bahwa Menteri Keuangan Jepang Taro Aso mengatakan ketika membahas bagaimana menghindari deflasi bahwa situasi Jepang menemukan dirinya ini hari sangat mirip dengan ekonomi AS selama rezim Presiden Roosevelt sebelum P.D. II. AS hanya terhindar dari deflasi dengan P.D. II. Dia mengatakan bahwa saat ini, Jepang perlu menemukan titik percikan serupa untuk menghindari deflasi. Ketika Taro Aso mengatakan ini, PM Shinzo abe juga hadir.

Beberapa pakar Tiongkok mengusulkan, “Kita mungkin harus menghindari tragedi yang terjadi di abad ke-20 sebaik mungkin. Kita percaya kersajasama yang dapat saling meguntungkan. Kita benar-benar percaya  dalam kerjasama mungkin tidak sebagus pihak lain sejauh teknik berjalan, tapi ketika kita belajar dari mereka, kita bisa mendapat ide lain.”

Kebijakan Keuangan Negara Maju Yang Mau Menang Sendiri
Mulai tahun 2009, Jepang dan Uni Eropa masing-masing meluncurkan dengan skala besar kebijakan pelonggaran kuantitatif keuangan. Akhir-akhir ini, Gubernur Bank Jepang Haruhiko Kuroda mengatakan bahwa ia tidak akan ragu untuk menambah pelonggaran kuantitatif.

Di Eropa, Bank of England, bank sentral Inggris, dan bank lainnya di Eropa, dan Bank of Japan semua menggunakan suku bunga negatif. Dengan kata lain, mereka tidak mungkin menggunakan metode lain. Bank Sentral AS Federal Reserve-AS telah melaksanakan tiga putaran pelonggaran kauntitiatif. Dan itu masih ditambah dengan kebijakan suku bunga 0,25, yang pada dasarnya 0.  Dalam situatsi semacam ini, kebijakan moneter sebenarnya tidak memiliki banyak ruang untuk digunakan.

Semua orang mendevaluasikan mata uang mereka dan menggeser krisis, ini telah menyebabkan perdagangan global terhenti pertumbuhannya, dan harga pokok komoditas jatuh. Hal ini juga telah menyebabkan beberapa negara berkembang masuk dalam penurunan ekonomi atau bahkan menjadi krisis parah.

Yang membuat keadaan lebih buruk lagi, beberapa negara telah menciptakan benteng perdagangan dengan kebijakan “beggar-thy-neighbor”* demikian menurut para analis.
(* kebijakan ekonomi satu negara yang mencoba memperbaiki masalah ekonominya dengan cara yang cendrung memperburuk masalah ekonomi negara-negara lain.)

Williem Cohen, mantan Menhan AS mengatakan: “Well, kita telah melihat apa masalah Tiongkok dan kita (AS) semua bisa melihat? Kita sedang melihat hambatan perdagangan mulai naik di berbagai negara, proteksionisme dan sentimen anti-globalisasi yang tampaknya menyebar di Eropa dan di Amerika Serikat juga.”

Sebuah laporan dari “Global Trade Alert” menyatakan bahwa AS adalah negara yang paling membatasi perdagangan bebas. Dari tahun 2008 sampai 2016, AS elah menerapkan lebih dari 600 tindakan diskriminatif terhadap negara-negara lain. Pada tahun 2015 saja telah melakukan 90 tindakan, terbanyak dibanding dengan negara manapun.

Jika berbicara tentang liberalisasi pasar perdagangan terpadu ekonomi global, dan fasilitasi investasi, AS dan Eropa yang paling wahid. Mereka setiap hari berbicara tentang bagaimana kita harus terlibat dalam proses komersialisasi, dengan mengatakan jika produksi mereka tidak bisa masuk, maka investasi juga tidak dilakukan. Mereka selalu menghenaki negara lain untuk reformasi, dan terpaksa negara itu harus benar-benar menerapkan reformasi dengan cara yang progresif. (ingat desakan IMF kapada zaman krismon tahun 1998 kepada Indonesia).

Melihat di panggung internasional sekarang, di kedua platform internasional penting G20 dan APEC, kita dapat melihat bahwa selama tujuh atau delapan tahun, bahkan sepuluh tahun terakhir, tampaknya pemimpin Tiongkok yang paling lantang dan sering membicarakan tentang liberalisasi pasar perdagangan dan fasilitasi investasi.

Sejak Barack Obama menjabat presiden AS, dia mendorong ke depan Trans-Pacific Partnership (TPP), yang menyebutnya sebagai strategi ekonomi untuk menyeimbangkan kawasan Asia-Pasifik. Negosiasi-negosiasi telah terus digodok dari awal dengan menghindari peraturan WTO. Pada Juni 2013,  AS memprakarsai Transaltalntic Trade dan Investment Partnership (TTIP) atau Kemitraan Transaltlantic Perdagangan dan Investasi.

AS menyatakan ingin membuat perjanjian perdagangan bebas dengan speksifikasi yang lebih tinggi, dan tingkat yang lebih tinggi. Tapi ini hanyalah alasan saja, karena ketika para perancang strategi AS bersaksi kepada Kongres ternyata mereka meyakinkan pemerintah AS dan anggota Kongres, ini sebenarnya adalah masalah geopolitik, dan untuk tujuan tingkat yang lebih besar, hal itu dilakukan untuk mencegah dan membendung kebangkitan Tiongkok, dan mencegahkan Tiongkok menikmati terlalu banyak manfaat dalam sistem perdagangan dunia.

Obama pernah mengatakan, tanpa diragukan bahwa tujuan dari TPP adalah untuk tidak membiarkan negara-negara seperti Tiongkok untuk menentukan masa depan peraturan ekonomi global dan perdagangan global. Dia mengatakan ini secara terbuka.

Juru bicara Kementerian Perdagangan Tiongkok mengatakan bahwa Tiongkok terbuka untuk TPP, dan senang melihat itu akan di-implementasikan. Ini terlihat sekali suatu bentuk kontras atas ke-egoisan AS.

Pada 22 September 2016, Direktur Pelaksana (Managing Director) IMF Christine Lagarde mengatakan bahwa IMF mungkin sekali lagi memotong prospek pertumbuhan ekonomi global untuk 2016, karena permintaan saat ini lemah, perdagangan dan investasi berhenti berkembang, dan pertumbuhan semakin tidak seimbang, yang menyebabkan prospek ekonomi terlihat suram.

Tekanan dari penurunan ekonomi telah dirasakan oleh semua orang di dunia, baik negara maju dan negara berkembang. Alasannya karena drive asli dari revolusi industri dan dari beberapa putaran terakhir dari perkembangan ekonomi global tidak lagi mencukupi.

Pada KTT G20 Hangzhou, Tiongkok mengusulkan bahwa G20 harus menempatkan kepentingan yang sama pada kebijakan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang, serta reformasi untuk sisi permintaan dan penawaran.

Pada kenyataannya, rencana reformasi ekonomi Tiongkok kedua ini telah menarik perhatian dunia. Reformasi di sisi penawaran yang dianjurkan Tiongkok adalah jenis inovasi. Ini telah menggantikan metode yang terdahulu, yang menggunakan metode sederhana model ekspansi moneter dan kuantitatif untuk memacu pertumbuhan ekonomi kearah salah satu  penyesuaian struktural, dan optimasi struktural.

Jadi analis melihat kontribusi terbesar dari KTT G20 Hangzhou sebenarnya dalam advoksi model baru untuk pertumbuhan ekonomi global, serta mencoba untuk menemukan sebuah rencana jangka panjang untuk pertumbuhan ekonomi global.

Sejak dari mula KTT G20 pertama, reformasi keuangan internasional telah menjadi topik penting dari KTT selama bertahun-tahun.

Sudah untuk waktu yang lama, Tiongkok telah menjadi pendukung utama reformasi dalam struktur keuangan internasional. Sebagai negara ekonomi terbesar kedua di dunia, peran dan suara Tiongkok dalam reformasi terus tumbuh, dan Tiongkok telah memberi kontribusi penting untuk diskusi terkait dan memberi hasil dalam KTT masa lalu.

Hari ini, situasi ekonomi global bahkan lebih rumit dari sebelumnya. Pengamat ingin melihat bagaimana Tiongkok akan membentuk jalur baru untuk kerjsama internasional dan koordinasi sistemasisasi? Bagaimana itu akan memperkuat perekonomian global dalam periode baru tata kelola ekonomi global ini?

 Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB)

Pada 31 Agustus 2016, Kanada resmi bergabung dengan AIIB. PM Kanada, Justin Trudeau mengatakan: “Saya pikir meskipun hubungan itu secara historis sangat kuat, namun telah terjadi sedikit tidak terlalu diprioritaskan selama beberapa tahun terakhir, dan saya senang untuk membawanya kembali.”

Kanada menetapkan untuk bergabung dengan AIIB adalah hal baik. Pertama-tama, ini menjadi perubahan besar dalam kebijakan Kanada, karena di masa lalu. Sebenarnya di masa lalu Tiongkok pernah mengundang Kanada untuk bergabung, tetapi pemerintah Kanada pada waktu itu tidak seperti sekarang, pemerintahan yang lalu harus melihat dulu pada AS untuk apa yang akan dilakukan.

Pada saat itu, AS mengatakan bahwa pihaknya tidak ingin sekutunya untuk bergabung dengan AIIB yang baru diusulkan Tiongkok, sehingga Kanada tidak berani bergabung dengan AIIB. Pada kenyataannya, pembangunan ekonomi Tiongkok telah membentuk area yang diminati mayoritas ekonomi dunia.

Saat ini, AIIB telah memiliki 57 negara anggota pendiri termasuk Tiongkok, Korsel (ROK), Inggris, Jerman, Prancis dan Italia. Rencananya AIIB untuk negara batch (gelombang) kedua yang akan bergabung aplikasi harus diajukan sebelum akhir September 2016, dan mereka akan disetujui pada awal tahun 2017.

Selain dari Kanada, Yunani dan negara-negara lain juga sedang mempertimbangkan untuk mengajukan aplikasi mereka, terlihat semakin banyak negara yang bersedia bergabung dengan AIIB pimpinan Tiongkok.

Hal ini menunjukkan AIIB masih berharap mendapatkan kepercayaan semua orang. Tugas dari AIIB terutama untuk membantu negara-negara Asia, terutama dalam investasi infrastruktur di negara-negara yang tidak sangat berkembang.

Ini adalah Bank investasi infrastruktur. Setelah ini bisa tercapai dan negara secara bertahap berkembang, mereka tidak perlu lagi menerima uang dari AIIB.  Bagi yang ingin menciptakan infrastruktur, untuk membuat hal-hal seperti jalan, jembatan, dan infrastruktur umum serta fasilitas higienis seperti MCK, dan hal seperti telekomunikasi, sehingga memungkin untuk berkembang. Jadi pengaruh AIIB akan tumbuh lebih besar lagi. Dan bisa menjadi IMF kedua, yang akan mempengaruhi beberapa perubahan besar.

Inisiatif Belt and Road untuk membantu menghubungkan negara-negara berkembang yang kebetulan cocok dengan “Agenda Pembanguan Berkelanjutan 2030 PBB” Saat ini sudah lebih dari 100 negara dan kelompok-kelompok internasional yang telah bergabung denga Belt and Road Intiative.

Tiongkok telah menandatangani kerjasama untuk bersama-sama membangun “Belt and Road” lebih dari 30 negara di sepanjang jalan mereka, dan mulai kerjasama kapasitas industri internasional bersama-sama dengan lebih dari 20 negara.

Hal ini menunjukkan tanggung jawab internasional Tiongkok sebagai kekuatan utama. Tiongkok mengharapkan pihak lain tidak berpikir bahwa “Belt and Road” mempunyai ambisi tertentu, sebab sebagian besar apa yang telah dilakukan adalah strategi untuk mempromosikan pembangunan yang inklusif.

Jadi, jika negara-negara maju punya ide seperti ini, untuk coba membantu negara-negara terbelakang mengembangkan diri, dunia akan menjadi tempat yang lebih indah. Meskipun anggota G20 tidak pernah bisa mencapai kesepakatan untuk banyak masalah, tapi tampaknya Tiongkok tidak pernah menyerah untuk menambahkan hikmah yang lebih bagi Tiongkok untuk tata kelola global (global givernance).

Tiongkok menyatakan bahwa mereka telah menerapkan reformasi ekonomi yang inklusif, dan telah mempromosikan kepada semua pihak untuk brainstorming bersama-sama. Sehingga kita dapat membuat kue global untuk semua orang, dan bekerja untuk membuat proses ini lebih setara, adil, dan transparan, serta membuat orang untuk mempertimbangan untuk bisa suka. Termasuk kepentingan rakyat di negara maju dan berkembang. Tiongkok ingin membuat basis yang umum bagi umat manusia. Karena dianggap usulan semacam ini merupakan sesuatu yang dapat menyatukan lebih banyak orang, dan disetujui lebih banyak orang.

Ini adalah sifat inklusif, keterbukaan dan pembangunan yang berkelanjutan yang telah memungkinkan bangunan ekonomi Tiongkok untuk mendapatkan drive untuk pembangunan berkelanjutan. Tiongkok saat ini sedang berkerja untuk berpartisipasi dalam memeliharaan dan meregulasi tantanan internasional, dan menjaga kepentingan sejumlah besar negara-negara berkembang.

Tapi Tiongkok menyatakan tidak melakukan secara revolusioner yang berusaha menggulingkan sistem internasional saat ini. Menyatakan tujuan Tiongkok tidak menggulingkan tantanan internasional yang ada  saat ini. Tanggung jawab Tiongkok dinyatakan untuk pelan-pelan mendorong reformasi sistemik dari dalam, sehingga menjadi setara dan efektif. Sebagai contoh, bisa bersandar lebih ke arah negara-negara berkembang, atau lebih mempertimbangkan kepentingan negara berkembang, dan menunjukkan perduli dengan situasi mereka.

Dengan dunia saat ini tenggelam dalam nasib yang sama dengan saling keterkaitan, tidak ada satu negarapun yang bisa lolos krisis ekonomi dan mencapai pembangunan berkelanjutan sendiri.

Dengan berbagai alasan, setiap negara memiliki kepentingan dan pembelaan untuk diri sendiri, sehingga sulit untuk mencapai kesepakatan dalam banyak urusan.

Selama G20 tahun ini, Tiongkok tampaknya berusaha untuk mengubah situasi ini, dan menjadi stabilisator bagi pembangunan ekonomi global.

Masalah ekonomi global, terutama dalam hal koordinasi kebijakan dan membentuk peraturan, mengharuskan semua negara untuk saling berkoordinasi. Setiap negara dapat menggunakan peraturan dan standar yang sama untuk membuat penilaian, apakah sesuai  atau tidak ada sesuatu kepentingan mereka sendiri berdasarkan situasi mereka sendiri.

Ini berarti perlu ada negosiasi, dan dalam negosiasi mungkin saja ada perdebatan, tapi pada akhirnya mereka akan berkompromi dan mencapai kesepakatan dengan konvergensi terbesar dari kepentingan. Dan itu yang pasti akan terjadi.

Jadi kita harus fokus kepada kebersamaan utama kita, dan mempertahan perbedaan kecil. Hal itu sangat penting dalam tata kelola global (global governanace), dalam proses pembentukan peraturan glaobal dan keoordinasi kebijakan global.

Tampaknya Tiongkok sebagai Ketua G20 tahun ini mengungkapkan keinginan yang kuat untuk lebih membangun saling berhubungan, dalam rangka merangsang pertumbuhan ekonomi global.    

Tiongkok berkeinginan memperluas cakrawala G20, sehingga bisa melihat lebih banyak, dan benar-benar mempertimbangkan kepentingan ekonomi global, dan bukan hanya untuk kepentingan negara-negara dalam kelompok G20 sendiri.

Perkembangan ekonomi global telah membuat hubungan antara ekonomi dunia menjadi semakin hari semakin lebih dekat. Tiongkok telah mengusulkan “jalan pertumbuhan yang inklusif,” dengan memberikan sebuah konsep baru untuk tatakelola global (global governanace).

Tiongkok menyatakan ingin menunjukkan kerja kerasnya untuk mengambil tanggung jawab sebagai kekuatan utama, dengan memberi dorongan yang stabil yang berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi global, serta berbagi pengalaman bangunan-ekonominya sendiri dengan negara-negara lain yang membutuhkannya.

G 20 tahun ini telah berakhir, mudah-mudahan akan memiliki efek mendalam. signifikansinya tidak hanya di cetak ulang hubungan antara negara, tapi lebih untuk membuat keputusan besar untuk arah ekonomi ini yang berada dipersimpangan sejarah baru. Kita harapkan Tiongkok akan terus memberikan kontribusi kebijaksanaan Tiongkok untuk semua sektor tata kelola global. 
( Habis)

Sumber : Media TV dan Tulisan Luar Negeri.
Tulisan ini dipublikasikan pertama di Kompasiana

Sucahya Tjoa
18-September 2016

Tiongkok Menjadikan KTT G20 Hangzhou Ajang Untuk Lebih Berkontribusi di Dunia (1)


Para anggota G20: Argentina, Australia, Brazil, Kanada, Tiongkok, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Republik Korea (Korsel), Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Turki, Inggris, Amerika Serikat dan Uni Eropa.
KTT G20 tahunan ke-11 kali ini diselengarakan di Hangzhou 4 & 5 September 2016, dengan thema : 4 “I’s” ---Innovative ; Invigorative ; Interconnected (as “hu lian hu tong 互联互通.”) ; Inclusive.
Presiden Tiongkok Xi Jinping dalam kata sambutannya ada menyitir kata-kata bijak klasik Tiongkok kuno dengan judul “Berteman Dari Hati ke Hati” :
Berkawan dengan berlandaskan emas, emas habis langsung akan dilupakan.
Berkawan dengan pertimbangan keuntungan setelah habis, langsung bubar.
Berkawan dengan menggunakan kekekuatan, kekuasaan habis maka roboh.
Berkawan dengan memakai emosional, jika putus maka akan terluka,
Berkawan dengan tulus, dari hati ke hati, maka akan kekal abadi.
Baik dalam kerjasama atau antar hubungan manusia, kita harus saling menghargai nasib yang bisa saling bertemu dan bisa menyayangi waktu.
Berawal dari kebaikan hati yang tulus, belajar bersyukur dan berterima kasih; berkawan dengan hati yang tulus.
Berjalan bersama orang yang saleh. Berdampingan dengan teman yang luhur, pasti membuahkan hasil baik.
Dengan hati yang tulus, maka kehidupan Anda pasti akan diberkati sepanjang masa.
【以心相交】习近平在杭州的演讲,引用了一句非常经典的话:以金相交,金耗则忘; 以利相交,利尽则散;以势相交,势败则倾;以权相交,权失则弃;以情相交,情断则伤;唯以心相交,方能成其久远。
合伙做事也好,人际交往也好,都应珍惜缘分,珍惜时光;以善为念,学会感恩;以诚相待,以心相交!与高者为伍,与德者同行,必得善果!
感悟:心存至善,你的人生必有一块祥云!

Dunia Dalam Krisis

Para pakar pada umumnya percaya saat ini, perekonomian global tidak memiliki vitalitas, dan situasi internasional sedang bergolak, ditambah dengan perekonomian global dalam keadaan yang ketidak-pastian.

Proposal dengan thema atau konsep ini diusulkan Tiongkok untuk dunia, untuk mengatasi keadaan ekonomi global saat ini.
Empat “I’s” ini telah didukung oleh mayoritas pemerintahan dunia, pusat-pusat think-tank, organisasi penelitian yang terkait, dan masyarakat umum, tampaknya semua percaya bahwa usulan ini akan menjadi solusi yang diperlukan untuk perekonomian global saat ini.

Satu tahun lalu, Tiongkok telah mengumumkan usulan utama ini kepada dunia, yang akan menjadi tema dari G20 tahun ini : Innovative (Innovasi), Invigorated (Memperkuat), Interconnected (Saling Berhubungan), Inclusive ( ekonomi dunia yang inklusiv dan inovatif).

Pada akhir tahun 2015, Tiongkok telah resmi memperoleh hak untuk menjadi tuan rumah KTT G20, dan Tiongkok telah memainkan kartu trufnya untuk rencana Tiongkok dalam memperbaiki ekonomi global.

Para analis percaya bahwa topik yang ditetapkan untuk setiap KTT G20 sangat erat hubungannya dengan tren ekonomi global. KTT G20 dilaksanakan dengan sistem tiga pemimpin (negara).

Pimpinan yang lalu dan yang saat ini bekerjasama dengan pimpinan (negara-negara) untuk mengatur tema, Utusan Kusus Tiongkok Wang Xiaolong menjelas untuk melanjutkan tema tiga “I’s” yang ditetapkan Turki di KTT Antalya, Tiongkok mengusulkan empat “I’s.”

Pada 2015, KTT Antylia, Turki ditetapkan tiga “I’s” – Investment, Inclusive Growth, Implementation. Ketika pertama kali diajukan tiga “I’s,” beberpa hali Barat mengatakan seharusnya ditambah lagi satu “I” –- karena itu dianggap tidak mungkin.

Analis memperkirakan mengapa mereka mengatakan itu? Karena tiga “I’” yang diusulkan Turki tidak benar-benar bisa menyembuhkan ekonomi global yang dibutuhkan saat ini. Jika dikatakan investasi, tapi ada lebih dari satu investasi dibanyak tempat sekarang. Demikian juga dengan implementasi tidak bisa dilakukan di banyak tempat sekarang. Jadi akhirnya Tiongkok membuat proposal sendiri.

Setelah Tiongkok mengambil alih pimpinan dari Turki, Tiongkok mulai memikirkan bagaimana membuat proposal agar dunia tidak dapat mngatakan ‘tidak mungkin’. Maka semua think tank Tiongkok, lembaga penelitian resmi terkait dan banyak peneliti Tiongkok terlibat dalam memikirkan dan mencari jalan solusi global, dan jenis usulan yang bisa diberikan kepada dunia yang mana dunia akan mampu merespon, dan bisa menjadi sukses pada akhirnya. Begitulah kira-kira datang empat “I’s.”

Namun, Keempat “I’s” ini tidak hanya perpanjangan sederhana dari tema KTT G20 sebelumnya. Ini termasuk solusi usulan Tiongkok dan konsep yang diarahkan untuk ekonomi global saat ini.

Presiden Tiongkok Xi Jinping pernah mengatakan pada tahap pertama KTT K-10 G20, dengan menyitir kata bijak klasik Tiongkok kuno: “Seseorang yang mahir dalam mengobati penyakit harus mengobati tepat pada lokasi penyakit, Seseorang yang mahir menanggulangi kerusakan tubuh harus menghentikan sumber pengerusakannya.”


Ini seperti seseorang yang tampaknya terkena pilek atau flu, tetapi akar masalahnya ada dalam tubuh. Kita harus menemukan patogen dan mengobati dengan obat yang benar dan tepat. Dengan demikian, Empat “I’s” masing-masing memiliki makna yang mendalam.

Menurut analis, “I” yang pertama Innovatif, mengapa dipilih tema ini, karena ekonomi global saat ini telah memasuki cobaan pertumbuhan rendah yang serius, tingkat pekerjaan rendah, mengapakan hal ini terjadi? Dikarenakan tidak cukup inovasi.
“I’s” yang kedua, Invigorated, Mengapa dipilih tema “disegarkan/memperkuat” Hal ini diarahkan pada adanya kebangkitan proteksionisme di seluruh dunia.

“I’s” yang ketiga, Interconnected yang diterjemahkan dalam bahasa Mandarin “hulianhutong 互联互通” yang berarti saling berhubungan. Kita bisa melihat kedua ujung dari Eurasia cukup kaya, sedang bagian tengah cukup miskin. Jika daerah kaya dan daerah yang tidak kaya ini bisa saling berhubugan, maka ekonomi kita akan disegarkan bahkan diperkuatkan.

“I’s” terakhir, Inclusive, kita sekarang memiliki kesenjangan kaya di dunia, sehingga langkah berikutnya ekonomi global adalah menjadi inklusif. Perlu dijadikan lebih universal, agar menjadi normal bagi orang-orang biasa.
Jadi bisa dilihat, 4 usulan Tiongkok ini sebagai solusi khusus dan baik untuk mengobati akar penyebab gejala yang dihadapi ekonomi global saat ini.

Tema empat “I’s” yang secara akurat diambil Tiongkok berdasarkan pemahaman akan dunia dan ingin memberikan obat untuk meningkatkan stabilitas keuangan global dan menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan bagi ekonomi global. Hal itu telah dipertimbangkan dan diseimbangkan untuk semua anggota negara G20.

Mereka akan mencari perubahan baru dengan inovatif atau hal-hal yang transformatif. Kemudian ada kekuatan tengah seperti Korsel, Australia, dan Turki. Kekuatan tengah ini menekankan inklusivitas, jadi kelompok yang berbeda dari negara yang memiliki preferensi yang berbeda untuk arah tema G20. Tahun ini Tiongkok dengan emapt “I’s” berupaya untuk membuat keseimbangan diantata tiga perbedaan itu.

Dihadapkan dengan ekonomi global yang tidak begitu sehat, tampaknya presiden Tiongkok Xi Jinping menggunakan metafora dengan “obat” di beberapa KTT G20 yang lalu. Ia percaya bahwa berhadapan dengan penyakit kronis yang mengganggu ekonomi global, maka gejalanya harus di-dianogsa secara akurat dan disembuhkan.

Dengan konsep semacam ini Tiongkok sebagai tuan rumah KTT G20 ini, menetapkan empat prioritas untuk KTT :
-  “lebih mengefektifkan dan mengefisienkan dalam pengelolaan         ekonomi dan keuangan global,”  
-  “menguatkan perdagangan dan investasi internasional,”   
-  “inklusif dan pembangunan yang saling berhubungan.”  

Tapi banyak yang bertanya, bagaimana memahami empat “obat” yang diusulkan Tiongkok ini?

Diatas platform KTT G20 Hangzhou, Tiongkok akan memimpin rancangan tingkat tinggi ekonomi global untuk pertama kalinya. Dari metode inovatif untuk pertumbuhan dan perbaikan tata kelola ekonomi global untuk perdagangan internasional yang kuat dan investasi serta mempromosikan inklusifitas, pembangunan yang saling berhubungan, yang pertama-tama di antara empat “obat-obat Tiongkok” ini untuk ekonomi global adalah inovasi.

Tapi bagaimana inovatif akan membantu G20? Selama KTT G20 Xi Jinping pernah mengatakan bahwa akar permasalahan ekonomi global saat ini adalah “momentum dari putaran terakhir dari revolusi teknologi dan industri telah mencapai titik akhir.” Karena itulah, dalam rangka untuk sunguh-sunguh memecahkan krisis, negara harus menjadi lebih terlibat dalam inovasi.

Pada 2015, tingkat pertumbuhan ekonomi global hanya 3,2%. 
Sebagian ada yang mengatakan tingkat pertumbuhan ekonomi global hanya sekitar 3% pada 2016, dengan pertumbuhan yang begini rendah mungkin akan menyebabkan ekonomi memasuki keadaan depresi.

Lalu apa alasannnya? Dikarenakan kurangnya inovasi, terutama kurangnya inovasi teknologi. Inovasi teknologi seringkali dapat men-stimulasi pertumbuhan global.

Maka dengan jelas, Tiongkok mencantumkan inovasi sebagai fokus utama dengan harapan memberi peluang untuk sebuah revolusi industri baru atau ekonomi digital. Ini akan menjadi cetak biru untuk inovasi ekonomi dan pertumbuhan global. Sehingga dengan demikian menyelesaikan masalah  kurangnya momentum.

Julian Ventura, Dubes Meksiko untuk Tiongkok mengemukakan, toolbox tradisional untuk pertumbuhan ekonomi tidak cukup untuk mencapai tujuan yang telah kita tentukan untuk itu. Jadi kontribusi yang dibuat Tiongkok dalam proses ini tepat sekali menempatkan isu inovasi pada garis depan agenda. Kita memang perlu menemukan driver pertumbuhan baru. Lebih lanjut dikatakan...

Inovasi telah menyegarkan dan memperkuat ekonomi Tiongkok. Dengan meningkatnya inovasi teknologi dan industri Tiongkok, internet  Plus, manufaktur cerdas (smart manufacturing) dan industri baru lainnya, akan menciptakan peluang bisnis dan permintaan.

Upaya terus-menerus yang sistemik juga memberikan kepada Tiongkok banyak keuntungan. Dan semua ini adalah topik dimana Tiongkok ingin berbagi dengan dunia pada KTT G20  kali ini.
Seperti yang kita ketahui, Tiongkok selama lebih dari 30 tahun telah mengalami terus-menerus perkembangan pesat. Namun dibalik pengalaman itu Tiongkok telah melakukan reformasi jangka panjang, dan itu tidak terlepas dari berbagai upaya yang telah dilakukan dengan kebijakan ekonominya.

Dalam hal ini Tiongkok telah sering menggunakan inovasi sistemik. Pada tahun-tahun terakhir, Tiongkok memiliki Zona Perdagangan Bebas Shanghai  dan Zona Finansial Bebas Qianhai (浅海金融自货区) ini semua telah memberi suatu pengalaman yang baik. 

Selain “mencetuskan jalur baru untuk pertumbuhan,” Topik periotas kedua Tiongkok adalah mengefektifkan dan mengefisienkan tata kelola ekonomi dan keungan global, ini menjadi fokus utama lain bagi perekonomian global saat ini.

Bisakah Tiongkok memainkan peran lain untuk meningkatkan efektivitas keuangan internasional?

Pada bulan Juni tahun ini, terjadi Brexit, Inggris meninggalkan Uni Eropa, pasar keuangan dunia terkena pukulan besar, ditambah dengan kerusuhan politik di Turki dan serangan terororis di Eropa, telah membuat situasi intrnasional menjadi kacau dan meningkatkan ketidak-stabilan ekonomi global.

Selain itu, ekonomi global sulit ditekan untuk menghindari pengaruh global yang “cooling off”. IMF memprediksi dan menganalisis ekonomi global dengan mengatakan bahwa adanya resiko terjadinya stagnasi luas dalam ekonomi global.
Prediksi IMF untuk pertumbuhan PDB global turun menjadi 3,1% dibandingkan dengan pertumbuhan PDB global 4,5% pada tahun 2002 dan 2008, jadi turun sepertiga dari PDB dunia.

Tantangan baru terus muncul, sedang masalah lama masih belum terpecahkan. Selain itu beberapa ahli percaya bahwa efisiensi sistem keuangan internasional saat ini juga merupakan alasan penting kenapa terjadinya ketidak-stabilan ekonomi.

Saat ini, sistem keuangan internasional relatif tidak efisien, dan yang lebih gawat lagi beberapa negara mempromosikan kebijakan keuangan mereka sendiri, yang merugikan negara-negara lain. AS, misalnya telah meningkatkan kepentingan AS di seluruh dunia dengan meningkatkan keuntungannya sendiri, hal ini setidaknya telah mempengaruhi pasar modal dari semua negara, dan meningkatkan aliran masing-masing pasar modal, sehingga seluruh sistem keuangan internasional terjadi ketidak-stabilan, dan bahkan menjadi kacau.

Dengan situasi yang demikian, Tiongkok coba mempromosikan pemerataan sistem keuangan internasional dan bahkan lebih dari itu. Jadi dengan KTT G20 tahun ini, Tiongkok berupaya membangun jaringan keamanan keuangan internasional dengan berbasiskan G20, dan pada sisi lain memperluas penggunaan RMB (mata uang Tiongkok) sebagai SDR, sehingga seluruh dunia mengakui nilai sebenarnya dari RMB.

Dengan melakukan hal ini, maka memungkinkan seluruh dunia melakukan bisnis lebih cepat dan lebih  mudah. Di masa lalu, nilai RMB dan stabilitas  tidak diakui dalam sistem keuangan internasional, sehingga RMB hanya bisa dipakai di luar negeri Tiongkok dengan kerugian nilai.

Misalnya, seseorang (Tiongkok) yang melakukan perjalanan ke Turki, berdasarkan nilai tukar 2 RMB = 1 lira, tetapi karena RMB tidak termasuk yang bisa untuk pembayaran global, maka dia harus tukar dulu 3 RMB ke USD, kemudian baru diperdagangkan dengan 1 liar Turki. Jadi orang tersebut harus membayar untuk perbedaan biaya nilai tukar.

Memperdagangkan RMB ke USD, kemudian USD ke lira Turki, tentu saja ini tidak efisien dan menimbulkan biaya yang tidak perlu. Biaya pertukaran dan waktu serta banyaknya resiko nilai tukar.  

Jadi dalam titik ini, memperluas frekuensi, ruang lingkup, dan skala dari RMB dalam keranjang SDR IMF adalah untuk pengakuan bagi posisi RMB, dan yang lebih penting meningkatkan efisiensi perdagangan global.

Masalahnya bagaimana Tiongkok untuk menghapuskan Proteksionisme Perdagangan; apakah obat Tiongkok bisa manjur?

Perdagangan menjadi drive penting untuk pertumbuhan ekonomi, namun pertumbuhan global telah dalam keadaan lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi global selama lima tahun terakhir ini.

Sejak awal Januari tahun lalu, total perdagangan global telah berhenti tumbuh untuk berturut-turut 15 bulan. Ini menjadi fenomena pertama kali terjadi sejak tahun 1989. Analis percaya bahwa mengesampingkan faktor pertumbuhan ekonomi melambat, dengan meningkatkan proteksionisme komprehansif perdagangan telah dipandang sebagai alasan yang lebih dalam lagi (gawat) untuk hal ini.

Menurut laporan terbaru yang dirilis oleh “Global Trade Alert,” pada tahun 2015, terdapat lebih 50% langkah-langkah perdagangan yang diskriminatif dilaksanakan dibanding dengan tahun 2014. 

Data menunjukkan, AS adalah pengguna yang paling sering melakukan tindakan proteksi perdagangan, ada 90 tindakan proteksi hanya dalam setahun yang lalu. Jadi itu berarti bahwa tindakan perlindungan perdagangan baru dilaksanakan rata-rata setiap empat hari.

Selain itu negara-negara dan kawasan maju tradisonal seperti AS, Uni Eropa, India, Rusia dan negara-negara yang pasarnya sedang tumbuh juga menunjukkan tanda-tanda melakukan proteksionisme perdagangan.

Sistem perdagangan saat ini menunjukkan semakin banyak kecendrungan proteksionnisme. Misalnya, AS mempromosikan Trans-Pacific Partnership (TPP) yang akan mempromosikan sistem perdagangan regional. Ini akan mengatur standar dan kondisi lebih serta peraturan tenaga kerja di antara 12 negara yang telah terpilih, dan mereka akan melakukan pertukaran perdagangan, komunikasi, dengan sistem “terpisah.”

AS juga mengusulkan Perdagangan dan Kemitraan Investasi Transatlantic (TTIP/Transatlantic Trade and Investment partnership) di Eropa. Sebuah sistem perdagangan bebas regional akan dibentuk antara AS dan Eropa.

Jika sistem demikian dipisahkan dari perdagangan global, maka akan ada banyak hambatan dalam komunikasi dan pertukaran antara sistem perdagangan ini dan sistem perdagangan lainnya. Sedang sekarang, pertumbuhan perdagangan global lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi global.

Dengan adanya perluasan proteksionisme perdagangan telah jauh merusak pemulihan ekonomi global. Menghadapi lingkaran setan ini, G20 yang menyumbang 80% dari total perdagangan global dipandang sebagai platform yang paling efektif untuk solusi.
Bao Runshi, Mantan Sekjend Organisasi untuk kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD/ Organization for Economic Co-operation and Development) mengatakan, “sejauh untuk mencegah orang dari memasang hambatan, saya percaya bahwa G20 adalah tingkat paling tinggi dan metode yang paling langsung. Setidaknya dalam G20, Anda dapat menerapkan tekanan untuk menghapus batas-batas melalui suara-suara dan kritik-kritik yang dapat didengar.”

Awal tahun 2008, KTT para pemimpin G20 telah merilis komunike untuk membuat janji khusus, untuk memerangi isu proteksionisme perdagangan.

Saat ini, perdagangan global berada dalam keadaan yang parah tidak seperti sebelumnya, itulah sebabnya “memberantas proteksionisme perdagangan” menjadi kunci yang terpenting dalam KTT G20 tahun ini.

Jadi yang harus dilakukan sekarang harus meng-sistemasikan Pertemuan Menteri Perdagangan G20 yang diselenggarakan setiap tahun. Jadi sebuah terobosan besar dalam KTT G20 tahun ini adalah membuatnya sehingga Pertemuan Menperdag G20 dapat diadakan setiap tahun untuk tahun-tahun ke depan, bahkan tidak hanya setahun sekali, mungkin bisa dua atau tiga kali sesering mungkin.

Pertama karena dengan adanya komunikasi, konsulatasi dan bahkan menyelesaikan masalah perdagangan dari negara-negara G20, sehingga banyak isu perdagangn global akan mudah didorong ke depan.

Dengan promosi aktif dari Tiongkok, Pertemuan Menperdag G20 yang berakhir belum lama ini telah memutuskan untuk memperpanjang resolusi untuk tidak mengambil langkah-langkah proteksionisme hingga tahun 2018. Ini yang akan menjadi sorotan dari G20 tahun ini dan menjadi prestasi paling penting tahun ini.

Zhang Shaogang, Dirjend Departemen Perdagangan Internasional dan Perekonomian Tiongkok mengatakan, ini akan mencakup dua hal: Yang pertama, adalah janji untuk mengambil langkah-langkah proteksionisme perdagangan. Yang kedua, adalah untuk secara bertahap mengurangi dan membatalkan tindakan pembatasan yang sudah ditetapkan.

Dengan memperomosikan Pembangunan Yang Berkelanjutan: Berharap Tiongkok bisa membuat dunia menjadi semarak. Menurut data PBB terbaru pada tahun 2015, di dunia masih ada 836 juta orang hidup dalam kemiskinan ekstrim, biaya hidup mereka masih kurang dari 1,25 USD per orang per hari.

Survey yang diadakan bagi seorang warga yang tinggal di daerah kumuh  terbesar di Caracas Ibukota Venezuela mengatakan bahwa mereka ada kira-kira 50 ribu orang yang tinggal disana hidupnya mengandalkan bantuan dari pemerintah. Dan suervei pada 2015 menunjukkan keluarga miskin terdiri 73% dari populasi. Ini satu rekor tertinggi.

Selain di beberapa negara Amerika Latin tertentu, pengurangan dan pengentaskan kemiskinan di Afrika dan Asia barat juga tidak terlihat optimisme. Di daerah Sub-Sahara Afrika, Madagaskar penduduk yang berada dalam kemiskinan ekstrim adalah 82%, di Brundi 78%, di Republik Kongo 77% dan di Malawi 71%.

Dalam rangka untuk mencapai tujuan pembangunan untuk mengelimir kemiskinan, memastikan kesetaraan dan keadilan, pada bulan September 2015, KTT Pembangunan PBB telah meloloskan “Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (the UN Development Summit passed 2030 Agenda for Sustainable Development) yang meliputi 17 tujuan pembangunan berkelanjutan dan 169 target tertentu.

Bagaimana mereka untuk mencapai tujuan besar seperti ini? Maka diperlukan beberapa negara kaya dan beberapa negara yang ekonominya kuat untuk mempromosikan ini.

PDB negara-negara G20 adalah sekitar 80% - 85% dari total PDB global. Dengan kata lain negara-negara ini dapat bersatu untuk bekerjasama untuk pembangunan global dan mempropmosikan (agenda ini), maka hal ini akan menjadi lebih mudah untuk mencapai tujuan PBB.

Dalam KTT G20 tahun ini di Tiongkok, hal ini dengan resmi  telah didaftarkan sebagai agenda utama, sehingga G20 benar-benar bisa memainkan peran pembimbing, dan menjadi peran utama dalam membantu PBB mencapai tujuan besar global ini di tahun 2030.

Selain itu, selama pembukaan KTT G20 Hangzhou, Sekjend PBB, Ban Ki-moon mengatakan saat diwawancarai media di markas PBB di new York bahwa dia menyetujui G20 menggabungkan agenda pembangunan berkelanjutan PBB kedalam rencana Action-Plan G20, yang akan menjadi yang pertama kali dalam sejarah, dengan mengatakan bahwa tindakan ini akan memiliki efek membimbing besar dalam mempromosikan kerjsama pembanguan yang berkelanjutan.

Ban Ki-moon mengatakan, “Ini adalah yang pertama kalinya para pemimpin G20 berkumpul untuk membahas dua tujuan pembangunan berkelanjutan dan perubahan iklim, bagaima kita bisa menerapkan ini secara paralel. Dalam hal ini, kepemimpinan Tiongkok sangat banyak diharapkan oleh dunia.
Selain itu, dalam KTT G20 Hangzhou kali ini telah diundang jumlah terbesar negara-negara berkembang dalam sejarah G20, untuk ikut berpartisipasi dalam acara sepanjang tahun, dengan menggunakan rencana aksi kolektif dan menggabungkan rencana implementasi untuk agenda pembangunan berkelanjutan hingga 2030. 

Perlu disebutkan dalam KTT juga akan dibuat proposal untuk mendukung kerjasama industri di Afrika dan negara-negara kurang berkembang agar negara-negara tersebut dapat mencapai tujuan pengurangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan sedini mungkin.

Alioune Sarr, Menteri Perrdagangan Senegal mengatakan, “kami telah menaruh perhatian besar untuk isu-isu perjanjian investasi global, untuk negara-negara Afrika dan negara-negara paling tidak berkembang di dunia, bagaimana lebih menggabungkan diri ke dalam rantai nilai global adalah sangat penting.
Pada KTT G20, Tiongkok tampaknya berupaya untuk memperhatikan bagaimana mendukung rantai yang berarti bagi nilai domestik dan nilai regional bagi Tiongkok. Dan akan mengeksplorasi aspeks ini serta membuat keputusan yang lebih baik. Demikian yang diharapkan para analis.

Tahun ini Tiongkok membuat proposal yang signifikan untuk G20, yang secara komprehensif untuk meningkatkan G20.

Tahun ini kita ketahui adanya Wall Street krisis, krisis keuangan yang berpusat di Wall Street. Pada tahun 2010 dan 2011 ada krisis utang Eropa. Semua membahas krisis utang Eopa, kemudian setelah beberapa tahun pasar negara berkembang menjadi tidak stabil, maka dibahas pasar negara berkembang.

Tiongkok berpandangan kita tidak boleh picik seperti memperbaiki masalah setelah mengalaminya. Seharusnya melihat jangka panjang, membuat sistem koordinasi pengaturan jangka panjang. Ini yang diperlukan untuk mereformasi dan meng-upgrade kepemimpinan G20, menjadikan mekanisme reaksi krisis jangka pendek di masa lalu untuk menjadikan sistem  kepemimpinan globa jangka panjang baru dari G20.

Banyak pengamat yang mengharapkan usulan Tiongkok untuk G20 tahun ini bisa menambah kepemimpinan G20 dan memberi kehidupan baru bagi dunia.

Pasca P.D. II – G7 Menjadi Kepemimpinan Ekonomi & Keuangan Global

Pasca P.D. II kelompok tujuh negara atau G7 menduduki posisi kepemimpinan ini dalam koordinasi ekonomi global.  
Sekarang, kepemimpinan global telah beralih dari “Tata Kelola Barat” menuju ke “Tata Kelola Gabungan Barat dan Timur” dan G20 secara bertahap berkembang menjadi platform utama untuk mengkoordinasikan urusan ekonomi global.

Banyak yang mengamati apa peran Tiongkok dalam peralihan dari G7 ke G20?

Dari 26 hingga 27 Mei 2016,  KTT G7 yang diadakan di Perfecture Mie, Jepang. Melalui Deklarasi Pimpinan (Leaders’ Declaration)  KTT memutuskan untuk meningkatkan kerjasama dalam ekonomi global, dan urusan pengungsi internasional.
Namun, media Barat berkomentar bahwa tanpa dua kekuatan utama Tiongkok dan Rusia, konsensus G7 akan terbatas. “Bild” Jerman sebagai “KTT Pemimpin Cebol” bahkan mengejek G7 tidak bisa menyelesaikan krisis global, mereka hanya bisa berdoa untuk minta perlindungan di Is Grand Shrine.  


Para anggota G7 : AS, Inggris, Jerman, Prancis, Italia, Jepang dan Kanada, dibentuk pada tahun 1970 oleh negara-negara maju utama Barat. Pada saat itu, negara-negara maju utama Barat mengalami krisis USD, krisis minyak, pembubaran sistem Bretton Wood, dan krisis ekonomi parah pada 1973-1975.
Maksud asli dari G7 untuk mengkoordinasikan kebijakan ekonomi dari negara-negara maju dan bersama-sama mengatasi krisis ekonomi dan moneter global.

Pada tahun 1998, Rusia resmi bergabung dengan G7, terbentuklah G8. Tapi dengan munculnya negara-negara berkembang, G7 mulai melakukan penyesuaian. Mantan PM Inggris, Tony Blair mulai dengan model G8+5 pada tahun 2005, yang pada konferensi G8, Tiongkok, Brazil, India, Meksiko dan Afrika Selatan, lima negara berkembang yang diundang untuk hadir bermaksud untuk memperluas efisiensi G8 ketika membahas is-isu internasional.

Pada awal 2005, G7 mulai mengundang negara-negara berkembang untuk mengambil bagian dalam KTT G7, tapi saat itu, tidak terlalu benar-benar mau melibatkan mereka, negara berkembang diundang seperti Tiongkok dan Meksiko hanya diikut sertakan balam pertemuan sarapan pagi, dengan kata lain, setelah G7 selesai membahas agenda mereka dan telah mendapatkan kesimpulan, mereka mengumumkan kesimpulannya kepada semua orang dalam pertemuan sarapan pagi.

Itulah metode yang mereka gunakan, Tiongkok memiliki perwakilan yang duduk di meja diskusi, tapi hanya sebagai panjangan, yang berarti tidak memiliki hak untuk ikut merancang agenda, hanya boleh mengajukan pendapatnya untuk didengar. Jadi pada saat itu bagi Tiongkok hanya berkesempatan untuk belajar dengan baik.

G20 Dibentuk


G20 dibentuk pada tahun 1999, setelah krisis keuangan Asia 1997-1998, dunia sangat membutuhkan sebuah organisai yang termasuk negara-negara maju utama untuk memperkuat koordinasi kebijakan, dan bersama-sama menangani masalah keuangan dan ekonomi global.

Pada pertengahan September 2008, terjadi krisis subprime mortgage (bank perkreditan) di AS yang meningkat menjadi krisis global. Dalam rangka untuk menangani krisis ini, banyak negara yang mengusulkan untuk diadakan pertemuan global. Pada akhirnya G20 mengadakan KTT pertama untuk Pasar Keuangan dan Ekonomi Dunia di Washington D.C.- AS.

Pada tahun 2008, karena krisis global, negara-negara G7 menyadari mereka tidak bisa memecahkan masalah ini sendiri, jadi kemudian mereka mengubah yang mulanya ‘Pertemuan Menteri Keuangan G20’ menjadi KTT G20.

Pada KTT Washington, anggota G20 mencapai kesepakatan rencana action-plan mengatasi krisis keuangan yang termasuk mengambil langkah-langkah darurat untuk mendukung ekonomi global, menstabilkan pasar keuangan, dan melawa  proteksionisme perdagangan.
Sejak dimulai dari pertemuan ini, G20 memainkan peran yang benar-benar praktis dalam mengkoordinasikan kebijakan negara dan menangani krisis keuangan.

Hal yang baik dengan G20 dapat memberi kesempatan negara yang baru muncul ekonominya dan negara berkembang bisa dengan plaform dialog mengajukan banding dengan negara maju, sehingga semua pihak bisa saling berkoordinasi untuk mencapai kebijakan yang cukup harmonis, atau setidaknya bisa mengingatkan negara-negara maju untuk mempertimbangkan efek yang tidak sengaja diperbuat, dimana kebijakan ekonomi negara maju bisa saja memberi efek yang menyulitkan negara-negara berkembang ketika mereka membuat kebijakan ini.

Meskipun G20 adalah mekanisme tata kelola ekonomi global, dimana Tiongkok untuk pertama berpartisipasi dalam pembentukan, pendiri dan peserta inti, tapi suara Tiongkok dalam organisasi ini telah mengalami proses transisi yang sulit. Selama beberapa tahun pertmana Tiongkok hanya berperan sebagai pihak yang memberikan reaksi dan lebih pasif dalam KTT G20. Pada tahun 2010. KTT Seoul di Korsel (ROK) merupakan batas dimulai Tiongkok berperan.

Di  mulai dari KTT Seoul, suara Tiongkok untuk tata ekonomi global mulai berubah. Pada Agenda Kepemimpinan global, Tiongkok dari akseptor peraturan menjadi pembuat peraturan, dari peserta pasif menjadi pembentuk yang aktif, dari negosiator sampingan menjadi pengambil keputusan inti.
“Belt and Road”, Silk Road Fund, AIIB (Asia Infrastructure Investment Bank), NDB (New Development Bank) yang diusulkan dan ditetapkan satu demi satu oleh Tiongkok, ini menandakan dimulainya  untuk mencoba menggunakan suaranya untuk memimpin tata kelola ekonomi global.

Pada KTT G20 tahun ini, Tiongkok berkesempatan untuk merancang agenda, banyak pihak percaya Tiongkok mampu merancang agenda yang baik dan membantu ekonomi global agar berkinerja lebih baik. Tampaknya sudah banyak negara lain yang memberi dukungan dan menyetujui usulan Tiongkok. Semua tujuan dan hasil yang dirancang Tiongkok sebelumnya pada dasarnya dapat di-implementasikan. Jadi kemungkinan besar ide dan saran dapat diterima dan diikuti semua pihak.

Dari St. Peterburg ke Brisbane dan hingga ke Antalya selama bertahun-tahun, Tiongkok telah secara aktif berpartisipasi dalam kegiatan G20, tidak hanya memainkan peran dalam meningkatkan petumbuhan ekonomi global, juga telah diuntung dari ini.
Setelah krisis keuangan 2008, dunia telah pulih perlahan-lahan, tapi ekonomi Tiongkok tetap bertahan dalam tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi.

Sebagai tuan rumah KTT G20 berarti dunia akan memiliki kesempatan untuk berbagi pengalaman dalam pembangunan ekonomi dengan yang lain. Selama tiga tahun terkahir ini, Tiongkok telah membuat naik pertumbuhan ekonomi global sebesar 44%.*
Meskipun pertumbuhan ekonomi Tiongkok telah melambat karena adanya penyesuaian struktural dan reformasi, pertumbuhan tahunan masih mencapai 800 milyar USD. Pengaruh Tiongkok terhadap ekomi global tidak bisa diremehkan.
Yang menjadi pertanyaan, bagaimana Tiongkok sebagai tuan rumah KTT G20 untuk mengubah pengaruh Tiongkok menjadi “momentum baru” untuk pembangunan global?

Salah satu kondisi adalah dengan ditingkatkannya investasi di bidang infrastruktur.

Dari tahun 1980 sampai 2015, jumlah investasi aset tetap mengingkat dari 91,09 milyar RMB ke 55,2 trilyun. Investasi infrastruktur meningkat dari 55,89 milyar RMB pada tahun 1980 menjadi 13,13 trilyun RMB, jadi meningkat sebanyak 234 kali lebih banyak dari sebelumnya. Hal ini memainkan peran penting dalam meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi Tiongkok.

Para ahli percaya bahwa anggota G20 juga perlu meningkatkan investasi mereka di bidang infrastruktur.
Tiongkok merupakan negara dengan jumlah infrastruktur yang masif. Mayoritas kapubaten ke kabupaten dalam satu provinsi dan provinsi lainnya telah terhubung dengan jalan bebas hambatan.

Tiongkok juga memiliki keunggulan dalam teknologi, personil dan pendanaan untuk melaksanakan proyek-proyek pembangunan skala besar, seperti kereta api berkecepatan tinggi, jalan bebas hambatan, stasiun kereta bawah tanah besar, stasiun kereta api besar, jembatan besar dan panjang dll.

Tiongkok berkemampuan mengekspor ini ke seluruh dunia, tidak heran jika mereka mempromosikan pentingnya keterhubungannya kepada dunia, dan memberitahu mereka dan seluruh dunia yang masih belum tahu bahwa : Anda harus membuka jalan sebelum Anda bisa menjadi kaya (secara tradisi orang Tionghoa percaya jika ingin kaya harus membuka dan membuat jalan).
Selain berbagi pengalaman di bidang ekonomi, Tiongkok juga memberi solusi yang baik untuk topik panas untuk tat kelola global.

Masalah yang paling menarik perahtian adalah dalam kerjasama internasional anti-korupsi. Tahun ini dalam rangka G20 Tiongkok akan aktif mempromosikan “Kerjasama anti-korupsi 3 in 1”
Menlu Tiongkok, Wang Yi menunjukkan pada bulan Mei lalu bahwa mengacu “kerjasama antikorupsi 3 in 1” untuk prinsip-prinsip G20 dalam repatriasi buronan koruptor dan pemulihan asset, mendirikan pusat penelitian tentang pemulangan buronan dan pemulih asset dengan sebuah rencana action-plan yang akan diatur untuk 2017-2018.

Bagi Tiongkok repatriasi dan pemuliahan asset buronan koruptor merupakan komponen penting dari tata kelola global. Akan menjadi prasyarat utama bagi negara untuk memacu kerjasama anti-korupsi, tapi negara itu sendiri yang harus meningkatkan mekanisme anti-korupsi.

Dalam hal ini harus meningkatkan kegiatan pembatasan dan pengawasan sendiri agar kegiatan korupsi terkandangi, dan membentuk sistem sanksi hukuman yang membuat orang menjadi sangat takut melakukan korupsi, dan sistem pencegahan yang tidak memungkinkan korupsi, serta sistem jaminan dimana akan membuat korupsi menjadi sulit.
Tindakan anti-korupsi Tiongkok telah mencapai hasil yang nyata, dan secara luas diakui dan dipuji oleh masyarakat internasional.
“Forbes” majalah AS mengatakan, masalah anti-korupsi di Tiongkok telah makin maju dan terlihat nyata keberhasilannya.

Selain itu “Operation Skynet” dan “Operation Foxcatcher” menuliskan Tiongkok telah mencapai hasil nyata dan terus memperkuat kerjasama anti-korupsi internasional.
Selama tiga tahun terakhir ini, Tiongkok telah membentuk kemitraan anti-korupsi dengan 89 negara dan kawasan, dan menandatangani 44 perjanjian ekstradisi dan 57 perjanjian bantuan peradilan pidana dengan negara-negara asing.

Sejak tahun 2014, ketika APEC Ministerial Meetings (Pertemuan Menteri) meluluskan “Beijing Anti-Corruption Declaration,” ke “Action-plan RUU anti-korupsi G20 2015-2016” disetujui  dan didukung oleh KTT G20, kepada jaringan Otoritas Anti-Korupsi APEC dan Penegak Hukum (the APEC Network of Anti-Corruption Authorities and Law Enforcement) diresmikan di Beijing, Tiongkok terus meningkatkan partisipasinya, bersuara, dan bertanggung jawab dalam tata kelola anti-korupsi global dan rule of law internasional.

Hal ini telah memicu konsensus antara ekonomi internasional utama dan platform multilateral mengenai korupsi itu sendiri, penyebarannya dan akibat kerusakan dan tata kelolanya.
Karena itulah, beberapa ahli percaya bahwa “anti-korupsi 3 in 1” Tiongkok akan membantu mendorong anggota G20 untuk bersatu dan bersama-sama melawan mereka yang terlibat dalam korupsi internsional. Ini akan berpengaruh positif, dan jauh pengaruhnya pada semua pembangunan negara, dan juga membantu menjaga keamaman global.

Tiongkok menginginkan tidak ada tempat bersembunyi dan tempat berlindung bagi koruptor dan bagi semua orang yang terlibat di dalamnya.

G20 adalah jembatan yang menghubungkan Tiongkok dan dunia, tidak hanya membagi pengalaman juga memberi peluang bagi Tiongkok.

“Le Figaro” Prancis menulis sebuah artikel yang mengatakan bahwa karena kompleksitas ekonomi Tiongkok sulit untuk tidak mengevalusasi seberapa sehatnya itu sebenarnya.
Karena banyak komentator yang mengatakan G20 adalah titik awal baru. Ini juga menjadi titik awal bagi Tiongkok untuk berbagi penglaman pembangunan dengan dunia, dan sekaligus sebagai titik balik, karena dunia dapat menggunakan KTT G20 untuk mengevaluasi kembali pengalaman pembangunan Tiongkok.
Diharapkan Tiongkok dapat menggunakan KTT G20 Hangzhou tahun ini untuk berbagi dengan dunia, bagaimana mencapai hingga menjadi seperti sekarang ini. Pada kesempatan kali ini Presdien Xi Jinping berpidato yang akan didengar seluruh dunia tentang pengalaman Tiongkok untuk bisa didengarkan oleh seluruh pemimpin dunia.

Selain itu negara-negara yang datang ke Tiongkok juga akan memberi beberapa pemikiran, dimana Hangzhou yang 30 dan 40 tahun lalu sebagai kota yang terbelakang, kini menjadi kota besar dunia. Kotanya kini lebih indah dan maju seperti mayoritas kota-kota besar dunia. Perubahan ini akan memberi inspirasi kepada seluruh dunia, dan membuat orang berpikir untuk tidak meremehkan pengalaman Tiongkok dalam membangun, yang tadinya hanya terlalu percaya dengan model pengembangan dan pembangunan model AS dan Barat, untuk mau duduk merenungkan atau belajar dari beberapa pengalaman Tiongkok, bahkan mungkin dapat meminjam atau meniru beberapa pengalaman Tiongkok.
Beberapa pengamat percaya KTT G20 merupakan kesempatan yang sangat baik untuk meningkatkan komunikasi Tiongkok dengan dunia, meningkatkan saling berbagi antara Tiongkok dan dunia, meningkatkan saling penyesuaian kebijakan ekonomi antara Tiongkok dan dunia.

KTT G20 Hangzhou merupakan tindakan besar pertama Tiongkok dengan dunia internasional secara mendalam berpartisipasi dan memandu tata kelola global. Pencapaian hasil itu patut diakui, tapi apakah Tiongkok dapat berbuat lebih di KTT ini untuk menghilangkan selubungnya perekonomian global sejak krisis keuangan global sehingga dapat membangun landasan baru dan stabil.

Jika setelah KTT ini dapat membuat ekonomi global lebih seimbang, terbuka, dan berkelanjutan serta lebih memperdalam reformasi Tiongkok dan membuat lebih terbuka bagi Tiongkok, maka KTT ini akan memberi kesan kepada orang-orang dunia tidak hanya daya tarik Hangzhou dengan “bunga osmenthus dan teratai”, juga akan memberi kesan lebih hidup dari contoh transformasi suskses G20, serta terobosan yang dibuat untuk tata kelola global.
( Bersambung....... )

Sumber : Media TV dan Tulisan Luar Negeri.
Tulisan ini pertama dipublikasikan di Kompasiana

Sucahya Tjoa
4 September 2016